Ads 468x60px

.

Tuesday, April 17, 2012

Ilmu Badi’

  
A.    Hakikat Ilmu Balaghah
salah satu dari tiga aspek yang menjadi kajian ilmu balaghah adalah badi’. Objek kajuan ilmu ini adalah upaya memperindah bahasa baik pada tataran lafadz maupun makna. Pada tataran lafadz biasa disebut muhassinat lafdziyyah dan pada tataran makana dinamakan  Muhassinat Ma’nawiyyah.
Badi’ menurut  pengertian leksikal adalah suatu ciptaan baru yang tidak ada contoh sebelumnya,[1]aneh, asing, atau indah. Sedangkan secara terminology adalah:
علم يعرف به الوجوه والمزايا التى تزيد الكلام حسنا وطلاوة ونكسوه بهاء ورونقا بعد مطابقته لمقتضى الحال ووضوح دلالته على المراد.
Artinya: suatu ilmu yang denganya diketahui segi-segi (metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya) dan kistimewaan-keistimewaan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus, dan menghiasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki.[2]

علم به وجوه تحسين الكلام   تعرف بعد رعي سابق المرام
Artinya: Ilmu Badi’ adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui sisi-sisi keindahan kalam yang bias diketahui setelah menjaga tujuan terdahulu (muthabaqah dan jelasnya dilalah).[3]

Ilmu badi’ dalam pembahasanya diakhirkan karena ia sebenrnya bukan suatu ilmu yang masuk di dalam ilmu balaghah, akan tatapi merupakan ilmu yang mengikutinya.


B.     Muhassinat Lafdziyyah
Dalam muhassinat lafdziyah ada tiga sub pokok:
a.      Jinas
Jinas adalah kemiripan pengungkapan dua lafadz yang berbeda artinya. Jinas ada dua macam: jinas tam dan jinas ghairu tam.[4]
Jinas tam yaitu kemiripan dua kata dalam empat hal, macam hurufnya, syakalnya, jumlahnya, dan urutanya. Misal:
ويوم تقوم الساعة يقسم المجرمون ما لبثوا غير ساعة ( الروم )
Artinya: Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, “mereka tidak berdiam (di dalam kubur), melainkan sesaat saja”. (QS Ar-Ruum: 55)
إنك لن تنفق نفقة تبتغي بها وجه الله إلا أجرت عليها حتى ما تجعل في في امرأتك
( الحديث )
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak memberikan suatu nafkah yang hanya semata karena Allah kecuali kamu mendapatkan pahala, sehingga sesuatu yang kamu berikan didalam mulut istrimu. (al-Hadits)[5]

Jinas ghairu tam yaitu perbedaan dua kata dalam salah satu dari empat hal tersebut (macam hurufnya, syakalnya, jumlahnya, dan urutanya). Misal:
فأما اليتيم فلا تقهر  وأماالسائل فلا تنهر ( الضحى )
Artinya: Adapun terhadap anak yatim, kamu jangan berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya. (QS Adh-Dhuha: 9-10)

إني خشيت ان تقول فرقت بين بني اسرائيل ( طه )
Artinya: Sesungguhnya aku kawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku) “kamu telah memecah antara bani israil”. (QS Thaha: 94)



b.      Iqtibas
Secara leksikal iqtibas bermakna menyalin dan mengutip. Sedangkan secara terminology iqtibas adalah kalimat yang disusun penulis atau penyair dengan menyertakan petikan ayat atau hadis kedalam rangkaian kalimatnya tanpa menjelaskan bahwa petikan itu berasal dari al-Qur’an atau hadis.
Iqtibas dibagi menjadi dua:[6]
Pertama, iqtibas muhawwal yaitu apabila lafadz yang diambil dari al-Qur’an atau hadis itu dipindah dari makna asalnya. Seperti ucapan Ibnu Ruum:
 لئن أخطأت في مدح    ك ما أخطأت في منعي
لقد انزلت حاجتي  ○   بواد غير ذي زرع
Artinya: Sungguh bila aku salah dalam memujimu
Maka aku tidak salah dalam mencegahku mencintaimu
Sungguh kamu telah menempatkan kebutuhanku
Pada lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhan

Syair diatas diambil dari ayat al-Qur’an:
ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع  ( إبراهيم )
Artinya: Ya tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman. (QS: Ibrohim: 37)

Maksud makna yang terkandung dalam al-Qur’an adalah lembah yang tidak bermata air dan gersang tidak ada tumbuh-tumbuhan, yaitu kata Makkah, adapun yang terkandung dalam syair itu maknanya dirubah dari makna asalnya, yaitu bermakna laki-laki yang tidak ada manfaat dan gunanya.

Kedua, iqtibas tsabithul ma’ani yaitu apabila lafadz yang diambil dari al-Qur’an atau hadits yang tidak dipindah dari makna asalnya (ditetapkan maknanya). Misal:
قال لي إن رقيبي    سيئ الخلق فداره
قلت دعني وجهك الج    نة حفت بالمكاره
Artinya: kekasihku berkata kepadaku, sesungguhnya orang yang mengawasiku, adalah orang yang akhlaknya buruk, maka berkatalah yang halus padanya.
Aku berkata padanya: “tinggalkanlah diriku, wajahmu itu seperti surga, yang dipenuhi sesuatu yang dibenci”.

Perkataan Huffat bil makaarih adalah diambil dari hadits:
حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات ( الحديث )
Artinya: surga itu dikelilingi sesuatu yang dibenci, dan neraka itu dikelilingi sesuatu yang disenangi. (al-Hadits)

c.       Saja’
Saja’ secara leksikal bermakna bunyi atau inadah. Sedangkan secara terminologi adalah persesuaian dua akhir kata pada huruf akhirnya.
Saja’ mempunyai beberapa jenis, yaitu:[7]
Pertama, al-Mutharraf adalah saja’ yang dua akhir kata pada saja’ itu berbeda dalam wazanya, dan persesuaian dalam huruf akhirnya. Misal:
مالكم لا ترجون الله وقارا, وقد خلقكم أطوارا ( نوح )
Artinya: Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan. (QS: Nuh: 13-14)
ألم نحعل الأرض مهدا, والجبال أوتادا ( النبأ )
Artinya: Bukankah kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?
Dan gunung-gunung sebagai pasak?, (QS: an-Naba’: 7)

Kedua, al-Murashsha’ adalah saja’ yang padanya lafadz-lafadz dari salah satu rangkaianya, seluruhnya, atau sebagian besarnya semisal bandinganya dari rangkaian yang lain. Misal:

هو يطبع الأشجاع بجواهر لفظه ويقرع الأسماع بزواجر وعظه ( الشعر )
Artinya: Dia membuat syair dengan keindahan lafadznya, dan dia mengetuk pendengaran dengan larangan nasihatnya.

Ketiga, al-Mutawazi’ adalah saja’ yang persesuaian padanya terletak pada dua kata yang akhir saja. Misal:
فيها سرر مرفوعة, وأكواب موضوعة, ( الغاشية )
Artinya: di dalamnya ada tahta-tahta yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang terletak di dekatnya. (QS: al-Ghasyiah: 13-14)
والمرسلت عرفا, فالعصفت عصفا (المرسلت )
Artinya: demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan, dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya. (QS: al-Mursalat: 2)


C.      Muhassinat Ma’nawiyyah
Tauriyah
           Secara leksikal tauriyah bermakna tertutup atau tersembunyi. Kata ini secra etimologis merupakan bentuk mashdar dari akar kata “ورى  dan dalam bahasa Arab bias diucapkan “وريت الخبر تورية  (saya menutupi berita itu dan menampakkan laianya).
           Sedangkan secara terminologis, tauriyah adalah:[8]
أن يذكر المتكلم لفظا مفردا له معنيان, أحدهما قريب ظاهر غير مراد, والأخر بعيد خفي هو المراد بقرينة, ولكنه ورى عنه بالمعنى القريب, فيتوهم السامع لاول وهلة أنه مرادروليس ذلك
           Artinya: Seseorang yang berbicara menyebutkan lafadz yang tunggal, yang mempunyai dua macam arti. Yang pertama arti yang dekat dan jelas, tetapi tidak dimaksudkan, dan yang lain makna yang jauh dan samar, tetapi yang dimaksudkan dengan ada tanda-tanda, namun orang yang berbicara tadi menutupinya dengan makna yang dekat. Dengan demikian pendengar menjadi salah sangka sejak semulanya bahwa makna yang dekat itulah yang dikehendaki, padahal bukan.
           Pengertian tauriyah berdasarkan definisi di atas adalah penyebutan sesuatu kata yang bersifat polisemi, yaitu jenis kata yang mempunyai makna kembar. Makna kata pertama adalah makna yang dekat dan jelas, namun makna itu tidak dimaksudkan, sedangkan makna kedua adalah makna yang jauh dan samar, namun makna itulah yang dimaksudkan.
           Pemindahan pengambilan makna dari makna awal kepada makna kedua, dari yang dekat dan jelas kepada makna yang jauh dan samar karena adanya qarinah (indikator), bahwa kata tersebut mesti dimaknai seperti itu. Qarinah yang menuntut kata tersebut dimaknai seperti itu adalah konteknya.
           Tauriyah terbagi menjadi empat macam, yaitu:
Pertama, tauriyah mujarradah ialah tauriyah yang tidak dibarengi dengan sesuatu yang sesuai debgan dua macam arti. Missal:
وهو الذى يتوفاكم بالليل ويعلم ما جرحتم بالنهار ( الأنعام )
Artinya: Dan Dialah yang mewafatkan (menidurkan) kamudi malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. (QS; al-An'am: 60).
Kedua, tauriyah murasysyahah ialah suatu tauriyah yang setelahnya dibarengi ungkapan yang sesuai dengan makna dekat. Tauriyah ini dinamakan murasysyahah, karena ia menyertakan ungkapan yang sesuai dengan makna dekat sehingga penutupan menjadi lebih kuat. Sebab makna yang dekat tidak dikehendaki, jadi seolah-olah makna yang dekat itu lemah, apabila sesuatu yang sesuai denganya disebutkan, maka ia menjadi kuat. Misal:
والسماء بنيناها بأيد ( الذاريات )
Artinya: Dan langit itu kami bangun dengan tangan (kekuasaan) kami. (QS: adz-Dzariyat: 47).
Ketiga, tauriyah mubayyanah ialah salah satu jenis tauriyah yang disebutkan padanya ungkapan yang sesuai untuk makna yang jauh. Dinamakan mubayyanah karena ungkapan tersebut dimunculkan untuk menjelaskan makna yang ditutupinya. Sebelum itu makna yang dimaksudkan masih samar , sehingga setelah disebutkan kelaziman makna yang dikehendaki menjadi jelas. Misal:
يا من رانى بالهموم مطوقا  وظلمت من فقدى غصون فى شجون.

keempat, tauriyah muhayyaah ialah tauriyah yang tidak terwujud kecuali dengan lafadz sebelum atau  sesudahnya, jadi tauriyah muhayyaah terbagi menjadi dua bagia:
·         sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang terletak sebelunya. misal:
وأظهرت فينا من سماتك سنة  فأظهرت ذاك الفرض من ذالك النذب
·         Artinya: Anda tampakkan di tengah kita tabiat aslimu. ada tampakkan pemberian itu dari yang cepat tunaikan perlu

·         sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang terletak sesudahnya. Missal:
أنه كان يحرك الشمال باليمين
artinya: Sesungguhnya ia menggerakkan baju lapang yang menyelubungi seluruh badan dengan tangan kanan.




[1] Dr. Mamat  Zaenuddin, M.A  dan Dr. Yayan Nurbayan, M.Ag. Pengantar Ilmu Balaghah. (Bandung: Reflika Aditama:2007). Hal.149
[2]   Dr. Mamat  Zaenuddin, M.A dan Dr. Yayan Nurbayan, M.Ag…ibid.  Hal. 149
[3]   M. Sholihuddin Shofwan. Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun Juz Tsalis. (Jombang: Darul Hikmah: 2008).  Hal. 45
[4] Ali al Jarim dan Musthafa Usman. Terjemahan Balaghah Waadhihah. (Bandung: Sinar Baru Algensindo: 2004). Hal. 379
[5] Ali al Jarim dan Musthafa Usman. Terjemahan Balaghah Waadhihah. (Bandung: Sinar Baru Algensindo: 2004). Hal. 377
[6] M. Sholihuddin Shofwan. Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun Juz Tsalis. (Jombang: Darul Hikmah: 2008).  Hal.125
[7] Dr. Mamat  Zaenuddin, M.A  dan Dr. Yayan Nurbayan, M.Ag. Pengantar Ilmu Balaghah. (Bandung: Reflika Aditama:2007). Hal.152
[8] Dr. Mamat  Zaenuddin, M.A dan Dr. Yayan Nurbayan, M.Ag…ibid.  Hal. 157

0 comments:

Post a Comment