Pak tua itu hanya sedikit tarsenyum, lalu ia mengajak pemuda tersebut berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya.Pak tua kembali menabur segenggam garam kedalam telaga itu, " coba ambil air dari telaga ini, dan bagaimana rasanya?" pak tua berujar lagi, "segar" jawab anak muda. Dengan bijak pak tua menepuk-nepuk pundak anak muda, kemudian pak tua mengajaknya duduk dan bercengkrama lagi di pinggir di pinggir telaga.
"anak muada, dengarlah! pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garan, tak lebih dan tak kurang, rasanya pun sama, dan memeng akan tetap sama".
"tapi kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung dari dari hati kita, Jadi pada saat kamu merasakan kepahitan dari kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan, lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskan hatimu untuk menampung semua kepahitan itu".
Pak tua kembali memberikan nasehat "Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu, Qolbumu adalah tempat menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, tapi buatlah hatimu laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan".
Keduanya lalu beranjak pulang dan anak muda yang sebelunya dirundung kesedihan, kini ia telah mendapat pencerahan dari pak tua yang bijak.